Pada 2 Oktober 2017 lalu, manajemen Waroenk Resto and Cafe menghadirkan menu Korea baru, di antaranya Korean Shrimp Rice dan Shrimp Mayo. / Effendy Wongso |
KUPANG
– Bicara kuliner, memang tidak ada habisnya. Pasalnya, kuliner tidak
sekadar menyoal makanan maupun minuman, tetapi sudah menjadi gaya hidup
kekinian.
Menariknya pula, kuliner tidak
melulu ke urusan lidah atau perut namun sudah menjadi “gengsi” yang memiliki
nilai lebih bagi suatu golongan, kelompok, komunal, atau personal.
Artinya, makanan menjadi entitas
yang tidak dapat dipisahkan dari suatu budaya bangsa. Korea Selatan atau kerap
disebut “Korea” saja misalnya, memiliki sebuah jenis makanan yang sangat
terkenal, Kimchi sehingga dijadikan penyebutan “generik” masyarakat di sana
untuk berswafoto (selfie).
Makanya, ada anekdot mengatakan
jangan mengajak selfie gadis Korea lalu bilang “cheese” sebab pasti ditolak.
Pasalnya, mereka lebih suka berpose dan mengucap “Kimchi” bersama.
Terkait makanan Korea, Kimchi
hanyalah sebagian dari menu Korea yang digemari warga Korea, bahkan dunia. Jika
merunut satu per satu, maka menu populer lainnya tentu ada Bulgogi, Sticky
Wings, Korean Chicken Pop, Korean Shrimp Rice, Shrimp Mayo, dan masih banyak
lainnya.
Tentu saja untuk menikmati
menu-menu Korea tadi, seseorang tidak perlu terbang ke Seoul. Di Indonesia,
terdapat ratusan restoran Korea dan nyaris sama banyaknya dengan restoran
Jepang.
Di Kupang, salah satu resto dan
kafe representatif, Waroenk, tidak ketinggalan menawarkan menu-menu Korea.
“Pada 2 Oktober 2017 lalu, kami
menghadirkan menu Korea baru, di antaranya Korean Shrimp Rice dan Shrimp Mayo.
Seperti yang kita ketahui, kedua varian menu berbahan udang ini sudah sangat
populer di dunia,” terang owner Waroenk, Steven Marloanto saat ditemui di Jalan
WJ Lalamentik, Oebufu, Kupang, Jumat 13 Oktober 2017.
Dijelaskan, menu tersebut
diluncurkan bersamaan dengan beberapa menu lezat lainnya, di antaranya Nasi
Goreng Ikan Asin yang dibanderol Rp 40 ribu, Nasi Goreng Yang Chow Rp 40 ribu,
dan Sweet and Sticky Grilled Chicken (Nasi Ayam Panggang Merah) Rp 35 ribu.
Sementara, untuk jajaran minuman
ada Es Podeng 20 ribu, Es Teler Rp 27.500, dan Hot Chocolate Rp 20 ribu.
“Korean Shrimp Rice kami banderol
cukup terjangkau, hanya Rp 35 ribu per porsi. Sementara, Shrimp Mayo Rp 35
ribu. Sejak kami luncurkan, menu-menu tersebut mendapat animo yang cukup bagus
dari penikmat kuliner di Kota Kupang,” imbuh Steven.
Selama ini, layaknya
negara-negara di Asia Timur seperti Tiongkok dan Jepang, kuliner unik dan lezat
identik berasal dari “istana” kerajaan. Penggunaan bahan-bahan seperti udang
yang langka pada zaman kerajaan dianggap sebagai makanan mewah, dan hanya
dikhususkan bagi kaum bangsawan.
Penyajian ala Korea yang lazim
disebut Korean Rice Bowl berupa nasi berimbuh udang sebagai lauk-pauknya terus
berkembang hingga saat ini. Tentu, saat ini pula sudah bukan “milik” raja
maupun kaum bangsawan, tetapi sudah menjadi kuliner umum meskipun masih tetap
membawa resep leluhur pada zaman kerajaan di Korea.
Sekadar diketahui, masakan Korea
adalah makanan tradisional yang berdasarkan pada teknik dan cara memasak orang
Korea. Mulai kuliner istana yang unik hingga makanan khas daerah serta
perpaduan masakan modern, bahan-bahan yang digunakan serta cara penyiapannya
cukup berbeda dibandingkan negara lainnya, terutama di negara-negara Barat.
Saat ini, banyak makanan Korea
yang sudah mendunia. Masakan Korea, baik yang dijabarkan sama maupun berbeda
dengan kuliner istana, sampai saat ini juga dinikmati sebagian besar masyarakat
Korea.
Masakan Korea sebagian besar
berbahan beras, mi, tahu, sayuran, dan daging. Makanan tradisional Korea
dikenal dengan makanan sampingan yaitu “banchan” yang disantap dengan nasi
putih dan sup atau kaldu. Setiap makanan dilengkapi banchan yang cukup banyak.
Makanan Korea biasanya dibumbui
minyak wijen, kecap, garam, bawang putih, serta jahe dan saus cabai
(gochujang). Tidak salah bila masyarakat Korea dikenal sebagai konsumen bawang
putih terbesar dunia di atas Tiongkok, Thailand, Jepang, serta negara-negara
Laut Tengah seperti Spanyol, Italia, dan Yunani.
Makanan Korea berbeda setiap
musimnya. Selama musim dingin, biasanya makanan tradisional yang dikonsumsi
adalah Kimchi dan berbagai sayuran yang diasinkan dalam gentong besar yang
disimpan di bawah tanah luar rumah. Persiapan pembuatan masakan Korea, biasanya
membutuhkan waktu yang sangat lama.
Makanan tradisional istana, yang
dulunya hanya dinikmati keluarga kerajaan Dinasti Joseon, memerlukan waktu
berjam-jam untuk pembuatannya. Makanan istana memiliki harmonisasi yang
menampilkan kontras dari karakter panas dan dingin, pedas dan tawar, keras dan
lembut, padat dan cair, serta keseimbangan warna.
Makanan istana seperti ini
beberapa di antaranya dapat mencapai harga 240 ribu won atau sekitar 265 dolar
AS per orang. Ini termasuk minuman juga layanan dari pelayan eksklusif.
Restoran yang menyediakan makanan
istana terdapat banyak di Seoul. Sejak meledaknya popularitas drama
Daejanggeum, semakin banyak pula masyarakat yang menyukai makanan istana.
Komentar
Posting Komentar